Jakarta (14/05) — Berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyetujui dengan sejumlah catatan penting.
“Fraksi PKS mendorong Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana mampu menghadirkan pola koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana, serta tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam mengalokasikan anggarannya untuk dimaksimalkan dalam upaya penanggulangan bencana dengan mengutamakan azas kecepatan dalam menanggapi kondisi darurat kebencanaan.” Ujar Anggota Panja RUU Penanggulangan Bencana Adang Daradjatun di Jakarta (14/05).
Adang juga menilai peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus benar-benar memiliki sinergisitas yang baik, terutama dalam hal pengelolaan anggaran untuk kemudian dialokasikan kepada penanggulangan bencana, secara tepat sasaran, terpadu, dan efesien serta tetap berada dalam koridor hukum keuangan negara yang transparan guna diperuntukkan untuk masyarakat yang terdampak bencana. Serta disamping itu juga, pola koordinasi yang diatur di dalam RUU ini dengan bertujuan untuk memberikan penguatan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam membentuk satuan kerja di daerah dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana haruslah benar-benar terealiasi melalui fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana yang efektif tanpa melalui proses birokrasi yang berbelit-belit.
“kemampuan koordinasi dari lembaga pemegang mandat koordinasi (BNPB/BPBD) menjadi kunci untuk membangun sinergi. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah harus menjawab tantangan sebagian pihak terkait kemampuan dalam merumuskan konsep kebijakan Penanggulangan Bencana, melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Indonesia” tegasnya.
Mantan Wakapolri ini menjelaskan, RUU tentang Penanggulangan Bencana diharapkan dapat memperjelas sistem komando penanggulangan Bencana serta memperkuat sinergi antara kementerian/instansi/lembaga di tingkat pusat dan daerah, serta kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat dalam rangka pemberian status bencana secara berjenjang mulai dari bencana nasional, bencana provinsi, dan bencana daerah.
Fraksi PKS memberikan catatan khusus terkait dengan pengalokasian anggaran penanggulangan bencana yang diatur RUU harus mencantumkan prosentase paling sedikit 2% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai mandatory spending haruslah benar-benar memperhatikan kondisi dan kemampuan keuangan daerah serta resiko bencana yang dihadapi oleh masing-masing daerah secara proporsional dengan tidak membebankan daerah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran terkait dengan penanggulangan bencana di daerah secara absolut.
“Disamping itu, pengawasan terhadap penggunaan anggaran yang dialokasikan juga harus tepat sasaran dan dilakukan secara transparan terutama pada penggunaan dana siap pakai yang ditaruh di Bendahara Umum Negara secara fleksibel dipergunakan untuk kebutuhan penanggulangan bencana terutama pada pergeseran anggaran belanja dari bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan belanja lainnya” tegasnya.
Terakhir, Fraksi PKS menilai sampai saat ini belum ada tata aturan yang mengikat atau mempunyai “daya paksa” dalam penyusunan tata ruang maupun pelaksanaan pembangunan yang harus melakukan analisis risiko terlebih dahulu. Sehingga masih Banyak ‘mega proyek’ pembangunan yang dilakukan tanpa melalui tahapan analisis risiko bencana. Oleh karena itu, Fraksi PKS memandang penting Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengatur terkait kewajiban melakukan kajian atau analisis risiko bencana sebagai dasar penyusunan perencanaan pembangunan dan tata ruang.