Jakarta – Ketua Dewan Syariah PKS DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi meminta agar demi keadilan, fakta sebenarnya dari kasus penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI) harus segera diungkap.
Selain itu, ia juga meminta agar rakyat jangan disuguhi fitnah dan dusta, karena pasti akan terbongkar.
“Negeri ini akan mencapai cita-citanya yang luhur bila keadilan ditegakkan, kedholiman dan kesewenangan harus dilawan dan ditindak dengan tegas,” katanya melalui pesan WhatsApp, Kamis (10/12/2020).
Menurut Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini, hukum tidak boleh hanya berlaku untuk yang lemah, sementara yang kuat, yang berharta, merajalela melakukan apa saja dengan semena-mena.
“Negara kita negara hukum dan bukan hukum rimba. Tidak boleh aparat yang pegang senjata memuntahkan peluru seenaknya kepada rakyat yang tidak berdosa,” katanya mengingatkan.
Suhaimi menilai, kasus penembakan 6 pengawal Imam Besar (IB) FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) menyentak dan menyayat setiap manusia yang masih punya hati nurani.
Maka, kata dia, demi keadilan, demi tegaknya hukum, baik atas nama lembaga, institusi dan para ahli harus tergerak dan bergerak cepat bahu membahu untuk mengungkap fakta yang sebenarnya dari kasus itu dengan jujur dan profesional.
“Kepada rakyat jangan disuguhkan fitnah, jangan disuguhkan dusta, karena kebusukan sampai kapanpun akan tercium baunya,” tegas dia.
Suhaimi berdoa semoga Allah SWT selalu memberkahi setiap usaha untuk menegakkan keadilan dan melenyapkan kedholiman di Bumi ini.
Seperti diketahui, enam anggota laskar FPI ditembak polisi pada Senin (7/12/2020) dini hari. Hingga kini bagaimana kronologi sebenarnya dari kasus yang menjadi perhatian dunia internasional itu masih tanda tanya karena ada dua versi.
Menurut Kepolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran saat jumpa pers pada Senin (7/12/2020) pagi, kasus yang terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 itu dipicu serangan para pengikut HRS kepada polisi yang sedang menyelidiki informasi tentang adanya pengerahan massa terkait pemeriksaan HRS di Polda Metro pada Senin (7/12/2020). Fadil menjelaskan, para pendukung HRS itu menyerang dengan senjata api dan senjata tajam.
“Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang, kemudian melakukan tindakan tegas dan terukur sehingga terhadap kelompok yang diduga pengikut HRS yang berjumlah 10 orang, meninggal dunia sebanyak 6 orang,” ujar Fadil.
Keterangan Kapolda itu dibantah Sekum FPI Munarman. Ia mengatakan, laskar FPI tidak menyerang polisi dan juga tidak memiliki senjata api.
Ia menjelaskan, saat kejadian laskar FPI sedang mengawal HRS dan keluarga menuju lokasi pengajian subuh keluarga. Mereka diikuti sejumlah orang yang belakangan, berdasarkan keterangan Kapolda, ternyata adalah polisi.
Orang-orang itu mengganggu mobil yang ditumpangi HRS dan keluarga, dan bahkan memepet. Oleh laskar FPI, mobil-mobil FPI itu dihalau agar menjauh.
Nasib sial dialami keenam korban karena setelah berhasil membuat mobil HRS dan keluarga melarikan diri, mobil yang mereka tumpangi dikepung polisi dan kemudian hilang.
“Kami sempat mencari kemana-mana, tapi tidak ditemukan,” kata Munarman.
FPI baru tahu kalau keenam korban tewas setelah Kapolda memberikan keterangan.
Dari hasil analisa ahli yang hadir saat jenazah keenam korban dimandikan, diketahui kalau para korban ditembak lebih dari satu kali, dan tembakan diarahkan ke jantung dari jarak dekat, baik dari depan (dada) maupun belakang (punggung). Selain itu ditemukan bekas-bekas penyiksaan.
Keenam korban, Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofian/Ambon (26), Faiz Ahmad Syukur (22), Muhammad Reza (20), Luthfi Hakim (25), dan Muhammad Suci Khadafi (21), telah dimakamkan. Lima orang dari mereka dimakamkan di Ponpes Alam Agrokultural milik HRS di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan seorang lagi dimakamkan keluarganya di tempat terpisah.
Sumber: dekannews