Memasuki awal tahun 2015, bagi penggiat pemberdayaan masyarakat desa, dikejutkan dengan berita tentang pemberhentian sekitar 26.000 fasilitator PNPM Mandiri. Hal ini dipicu dengan dikeluarkannya surat dari Kemendagri melalui Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) tentang permohonan kepada fasilifator PNPM untuk melakukan serah terima program kepada satker PNPM pada hari Rabu (31/12/14).
Dengan dilakukannya serah terima tersebut maka PNPM bukan lagi menjadi program yang ditangani Dirjen PMD. Anggaran PNPM tak ada lagi di Kemendagri, tetapi di Kementerian Desa dan PDT. Selama ini Dirjen PMD ada di bawah Kemendagri dan tak mau pindah ke Kementerian Desa dan PDT.
Berkaitan dengan hal tersebut, legislator PKS yang juga anggota komisi II DPR RI, Dr. H. Sa’duddin MM, memberikan beberapa argumentasinya.
“Pertama adalah hendaknya ada koordinasi dan sinergitas yang baik antara Kemendagri dan Kementerian Desa PDT berkaitan dengan perubahan struktur kelembagaan akibat munculnya kementerian baru,” ungkapnya.
Kedua, Sa’duddin menjelaskan proses transisi perubahan stuktur kelembagaan tersebut jangan sampai memutus program yang selama ini sudah berlangsung dengan baik. PNPM yang juga merupakan program pengentasan kemiskinan masyarakat di desa-desa ini sangat perspektif, manfaatnya sudah dirasakan masyarakat karena mereka terlibat langsung sebagai subyek pembangunan.
“Yang ketiga keberhasilan sebuah program sangat ditunjang dengan SDM yang terlibat di dalam nya. Saat ini, pelaksanaan PNPM di seluruh kabupaten di Indonesia sudah menyentuh lebih dari 63.000 desa dengan 6.100 lebih kecamatan,” imbuhnya.
Di tiap kecamatan itulah paling sedikit terdapat dua orang Fasilitator. Fasilitator pemberdayaan. dan fasilitator teknik. Dengan prasyarat minimal sarjana dengan pengalaman minimal 2-3 tahun, maka posisi mereka bukanlah biasa. Paling tidak, mereka adalah tenaga terampil dalam mengawal tahapan. Mulai dari pengggalian gagasan, musyawarah dusun, desa hingga antar desa.
Dengan akan diberlakukannya UU Desa pada tahun 2015, gambaran buruk nya adalah fasilitator yang sebelumnya bekerja di tingkat kecamatan akan dihapus. Logika ini diambil dari pengalihan BLM yang sebelumnya berbasis kecamatan beralih ke tingkat desa menjadi dana desa. Dengan demikian, maka Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan di 6.100 kecamatan akan menganggur. Disinilah dibutuhkan nalar kritis pemerintah.
Pertimbangannya, Fasilitator kecamatan pada umumnya sudah terlatih baik secara administrasi, fasilitasi hingga ke advokasi. Mereka bisa dikategorikan tenaga siap pakai. Tentu dengan seleksi dan penataan ulang. Apabila pemerintah mau memperhatikan hal ini maka jalannya UU Desa bisa lebih efektif. (*)