Penulis: Irwan Prayitno (Gubernur Sumatera Barat) | Tulisan ini dimuat di Harian Haluan pada 30 Januari 2015
Kata maulid atau milad berasal dari bahasa Arab yang berarti hari lahir. Peringatan Maulid Nabi merupakan perayaan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Upacara ini merupakan penghargaan dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW dan sekaligus untuk mensyiarkan Agama Islam.
Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam adalah utusan Allah dan rahmat bagi sekalian alam. Nabi Muhammad SAW adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada alam semesta. Beliau lahir di saat manusia berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan tidak mengenal Rabb pencipta mereka. Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa. Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik saat itu.
Nabi Muhammad lahir di zaman jahiliyah. Saat itu penyembahan terhadap berhala-berhala merupakan suatu kehormatan, perzinaan dianggap suatu kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan, merampok serta membunuh dianggap suatu keberanian. Di saat seperti ini Rahmat Illahi memancar dari jazirah Arab. Di saat seperti itu, lahirlah seorang Rasul yang ditunggu oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya kepada cahaya Illahi. Kelahiran makhluk mulia yang ditunggu jagad raya membuat alam tersenyum, gembira, dan memancarkan cahaya, yaitu Muhammad SAW.
Karena semua alasan tersebut, tentu sangat wajar kita memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Umat muslim di seluruh dunia memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia secara nasional hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dijadikan hari libur nasional. Di Sumatera Barat peringatan Maulid Nabi juga disambut gembira dengan mengadakan berbagai kegiatan.
Khusus di Kabupaten Padang Pariaman, prosesi peringatan Maulid Nabi lebih spesifik lagi. Biasanya peringatan Maulid Nabi diawali dengan cara malamang (membuat lemang ketan). Selanjutnya, masyarakat menyiapkan jamba (baki besar) berisi aneka makanan, untuk acara makan bajamba (makan bersama) di mesjid atau mushalla. Tak lupa juga disiapkan bungo lado (ranting kayu berisi uang) sebagai sedekah dari masyarakat. Usai makan bajamba, acara dilanjutkan dengan berzikir, berdoa, dan membaca shalawat Nabi.
Semua kegiatan tersebut bernilai positif dan sangat besar artinya bagi masyarakat dan syiarnya Agama Islam. Setiap pelaksanaan acara tersebut di Padang Pariaman biasanya selalu ramai dan meriah. Ini menunjukkan perhatian yang besar masyarakat Padang Pariaman terhadap agama. Acara tersebut juga makin memperkuat hubungan silaturahmi antar masyarakat. Dana-dana untuk kegiatan keagamaan atau pembangunan prasarana ibadah, seperti mesjid atau mushalla, pada saat-saat seperti inilah banyak terkumpul.
Namun ada sedikit catatan yang perlu diingat, bahwa peringatan dan perayaan Maulid Nabi hukumnya tidak wajib, tidak ada satupun hadits atau dalil yang mewajibkannya. Boleh saja acara peringatan Maulid Nabi merupakan tradisi turun temurun di suatu daerah, tetapi kita harus tetap memahami bahwa hukumnya tidak wajib, agar tidak salah paham dan salah mengartikannya.
Sumber: http://irwan-prayitno.com