Oleh: Hj. Solikhah, S.Sos.I – Anggota DPRD DKI Jakarta/ Fraksi PKS
********
Apa kabar Ibu?
Pada masa pandemi ini tugas kita pasti bertambah. Tak sekedar tugas rumah tangga, banyak ibu saat pandemi ini harus menjadi guru bagi anak-anaknya yang bersekolah di rumah dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pandemi atau tidak, sejatinya seorang Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Jika guru adalah peran dalam mendidik dan mengajarkan, maka sekolah adalah tempat, tempat bagi anak untuk mengakses ilmu, informasi, adab, akhlak, dan segala kebutuhan akal dan emosinya.
‘Al-Ummu madrasah al-ula’, begitu bunyi syairnya. Bagi yang sedang, baru ataupun belum menjadi ibu. Persiapan menjadi madrasah (sekolah) bagi ilmu dan akhlak anak mutlak diperlukan. Terus menimba ilmu kapanpun dan di manapun, karena seringkali lelahnya mengurus keluarga membatasinya menimba ilmu.
“Like mother like daughter,” buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, bagaimana ibunya seperti itulah anaknya. Ibu adalah rahim kedua penenang jiwa anak di dunia, pemberi warna pada diri dan kehidupan anak. Ibu adalah teladan penuh bagi anaknya, bahasa ibu adalah perbendaharaan bahasa jiwa anak. Sebaik-baik pencetak generasi adalah Ibu, karena kebersamaan anak dengan ibu lebih lama sejak hari pertama ia lahir, baik secara waktu maupun doa.
Orang-orang besar yang hadir di zamannya, adalah hasil karya tangan ibunya. Tangan-tangan yang terus terangkat memohon dan bergerak untuk kebaikan anak. Jika ibunya mendidik dan mencontohkan hal-hal yang baik, insya Allah baiklah sang anak.
Mengandung, melahirkan dan menyusui, adalah tiga lapis kepayahan yang menjadikan seorang ibu mendapatkan penghormatan lebih daripada ayah. Apakah masih perlu tambahan alasan untuk kita merendahkan diri, melembutkan suara, melayani dan berbakti pada ibu kita. Doanya dapat mengguncangkan ‘arasy dan amarahnya mewakili kemurkaan penciptanya. Jika sebuah hadis mengatakan syurga di bawah telapak kaki ibu, meski dalam bentuk kiasan , rasanya hadis tersebut cukup mewakili lelah jiwa dan raga ibu dalam menjadikan kita tetap hidup di dunia ini.
Secara naluri dan insting, ibu itu merawat, menjaga dan menyelamatkan. Peran pentingnya menentukan kuat dan kokohnya sebuah bangsa. Potret ibu hari ini yang bergeser peran dan fungsi, sibuk dengan kesetaraan gender yang semu, sosialita maya dan hilangnya sosok ibu dalam jiwa anak adalah petaka. Tangan-tangan ibu yang memainkan perannya dengan sesuai, dapat menyelamatkan dan mengguncang dunia.
Di tengah pandemi global ini, banyak korban yang gugur, tak terkecuali para ibu. Mereka adalah orang yang paling sangat terdampak. Banyak yang mengatakan, ibu tidak boleh sakit, karena jika ibu sakit roda kehidupan keluarga terhenti. Bagaimana tidak, mereka yang paling awal bangun dan paling akhir tidur. Mereka yang menghidupkan dan menghangatkan rumah. Mereka yang lapang dada saat tulang rusuknya harus menjadi tulang punggung keluarga. Ibu yang harus selalu menjadi juru masak sekaligus dokter bagi keluarganya. Betapa pentingnya peran seorang ibu, sehingga ibu yang sehat akan melahirkan generasi penerus yang hebat dan bangsa yang kuat.
Menjadi bangsa yang beradab adalah cita, Islam telah hadir sejak 1400 tahun yang lalu dengan ketinggian peradabannya dalam meninggikan derajat kaum ibu. Mengetahui betul bahwa ibu adalah pilar peradaban bangsa, yang dari rahimnya generasi itu lahir, kemudian dari tangannya ia membentuk generasi gemilang, maka Islam memberikan banyak tuntunan dan keistimewaan pada kaum ibu.
Sebagai anggota legislatif yang membidangi kesejahteraan rakyat khususnya pemberdayaan masyarakat dan perempuan menyarankan bahwa pemerintah harus hadir untuk menjamin kualitas ibu sehat dengan peningkatan kesehatan mental/rohani, kesehatan fisik, kesehatan ilmu pengetahuan, keterampilan dan pemberdayaan ekonomi sehingga akan melahirkan generasi hebat.
Selamat Hari Ibu. []