Jakarta (18/9) – Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang membidangi Pembangunan Rois Hadayana Syaugie mempertanyakan sikapGubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang tidak menjawab Pemandangan Umum Fraksi PKS DPRD DKI terkait pembangunan 8 Blok Rusunawa di wilayah Daan Mogot dan Muara Baru oleh pihak swasta sebagai kompensasi atau konversi atas kegiatan reklamasi di pantai utara Jakarta. Pasalnya menurut politisi PKS ini, ketika rusunawa tersebut dibangun, belum ada surat penetapan lokasi olehGubernur. Hal tersebut disampaikan Rois, setelah mengikuti Sidang Paripurna penjelasan Gubernur DKI Jakarta terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD DKI Jakarta digelar, Rabu (16/9).
Rois melanjutkan, dalam rapat bersama yang diadakan oleh Komisi D DPRD DKI Jakarta dengan Dinas Perumahan, Rabu (16/9) lalu. Kepala Dinas Perumahan Ika Lestari Aji membenarkan bahwa pembangunan Rusunawa di wilayah Daan Mogot dan Muara Baru merupakan kompensasi proyek reklamasi di pantai utara Jakarta. Namun Ika mengaku dirinya tidak mengetahui dengan jelas karena pada saat terjadi, dirinya belum menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan. Pihaknya akanmendalami terlebih dahulu, dan akan melakukan konsolidasi, membuka lagi data-datanya dan akan coba menjawab manakala pihaknya sudah siap dengan data-datanya. Izin proyek reklamasi yang dimaksud diberikan kepada PT. Kapuk Naga Indah, PT. Muara Wisesa Samudera dan PT. Jaladri Kartika Pakci.
Masih menurut Rois, konversi yang diberikan kepada PT. Kapuk Naga Indah dalam membangun rumah susun (rusun) harus dengan persetujuan DPRD, apa sebab?, karena dalam perjanjian kerjasama Pemprov DKI dengan PT. Kapuk Naga Indah, Pemprov akan mendapat bagian berupa tanah matang seluas 5 persendari luas kotor yang berhasil direklamasi, “Ini artinya Pemprov DKI akan memperoleh tanah matangnya 66,55 hektar sebagai aset,” ungkapnya.
Mengacu pada ketentuan pasal 55 ayat (2) huruf a dari PP nomor 27 tahun 2014, pengalihan aset atau barang Pemprov DKI Jakarta dalam bentuk tanah tersebut ke bentuk lain, baik setelah tanah matang itu telah tersedia atau belum tersedia, karena terlebih dahulu mendapat persetujuan DPRD sebelum ditetapkan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya, Rois menjelaskan, sesuai perjanjian kerjasama Pemprov DKI dengan PT. Kapuk Naga Indah, jika terjadi konversi, maka terlebih dahulu ditetapkan lokasinya oleh Gubernur dengan ketentuan nilainya, minimal sama dengan kontribusi yang harus diserahkan. “Inilah yang dilanggar Gubernur, tidak ada persetujuan DPRD dan tidak ada penetapan lokasi yang ditetapkan Gubernur,” imbuhnya.
Begitu juga konversi untuk PT. Muara Wisesa Samudera dan PT. Jaladri Kartika Pakci bermasalah karena surat Plt. Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang menyebutkan tambahan kontribusi yang dibebankan kepada kedua perusahaan pengembang tersebut baru diterbitkan bulan Juli 2014, sementara mereka sudah mulai membangun rusun sebagai konversi sejak Juni 2013, “Jadi ini seperti ijon kebijakan, ijin reklamasinya belum ada tapi sudah disuruh konversi atau kompensasi,” beber Politisi PKS dari daerah pemilihan Jakarta Barat ini.
Agar tidak terjadi penyimpangan, Rois menyatakan bahwa Pembangunan Rusunawa oleh PT. Kapuk Naga Indah, PT.Muara wisesa Samudra dan PT.Jaladri Kartika Pakci tidak dijadikan sebagai pengganti atau tambahan kontribusi atas reklamasi dan sebaiknya dijadikan sebagai pengganti atas kewajiban beberapa anak perusahaan dari PT. Agung Sedayu dan PT. Agung Podomoro. “ Ada banyak anak perusahaan PT. Agung Sedayu dan PT. Agung Podomoro yang belum memenuhi kewajiban diantaranya rumah susun,” pungkasnya.