Jakarta (8/4) – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan sejarah kontribusi Perempuan Indonesia dalam berkontribusi di panggung dunia.
Hal itu dikemukakan Anies saat membuka Pelatihan Perempuan Siaga Dasar (Latansa) PKS DKI Jakarta di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (8/4).
“Perempuan Indonesia memiliki catatan khusus, terutama bagi umat Islam di dunia. Sejak pemilu di tahun 1995, Indonesia sama sekali tidak mendebat peran perempuan, karena semuanya memiliki hak yang sama,” ungkap Anies di hadapan kurang lebih 1.500 Kader Perempuan PKS DKI Jakarta.
Gubernur yang diusung oleh PKS dan Gerindra itu mencontohkan kiprah perempuan bernama Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh Indonesia di bidang pendidikan.
Putri Minangkabau itu mendirikan Sekolah Agama Islam perempuan pertama di Indonesia “Diniyyah Puteri” di Kota Padang Panjang pada 1 November 1923, atas suatu koreksi bagi sistem pendidikan koedukasi yang mencampurkan pelajar putera dan puteri.
Karena kiprahnya itu, Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, terinspirasi untuk pula membuka Kulliyatul Lil Banat, sebuah fakultas yang dikhususkan untuk perempuan. Atas kontribusinya itu, Pemerintah Indonesia menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana secara anumerta pada 13 Agustus 2013 silam.
“Di usianya yang sudah 900 tahun, Universitas Al-Azhar tidak memiliki program untuk Perempuan. Rahmah El-Yunushiyah, tokoh perempuan Indonesia diundang ke Mesir untuk membuka program Kuliyyatul Banat di Universitas Al-Azhar Kairo,” ungkap Anies.
Di bidang jurnalistik, Anies menyebutkan nama Rasuna Said, tokoh perempuan yang digelari “Singa Betina dari Sumatera”. Majalah yang dipimpinnya “Raya” dinilai radikal oleh Belanda kala itu. Karena didesak, akhirnya Rasuna Said hijrah ke Medan Sumatera Utara pada 1937, dan melanjutkan perlawanan dengan membuat Majalah Mingguan bernama “Menara Poeteri” yang membangun kesadaran untuk melawan kolonialisme.
“Menempuh pendidikan di Diniyyah Puteri, Rasuna Said, menjadi satu-satunya muslimah yang mendapatkan delik untuk tidak boleh menulis oleh pemerintah Belanda,” jelas Anies yang juga memiliki kakek pejuang bernama AR Baswedan.
Karena itu, Anies menegaskan di saat dunia masih mendebatkan peran perempuan, Indonesia telah menjadi contoh dan memiliki sejarah panjang mengenai hal itu.
“Karena ibu-ibu adalah tiang untuk bangsa dan penopang masyarakat. Begitu juga dalam keluarga, ibu-ibu adalah penggerak keluarga. Bila ibu-ibu nya kuat dan maju, maka bangsanya akan kuat dan maju,” ungkap Anies.
***
Reporter: Uus
Fotografer: Donny