Jakarta – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi menilai, tidak ada unsur korupsi pada anggaran Rencana Kerja Tahunan (RKT) DPRD DKI Jakarta tahun 2021, karena selain Raperda APBD 2021 belum disahkan DPRD dalam sidang paripurna, juga karena setelah disahkan, akan dikoreksi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Anggaran RKT itu memang sudah disetujui oleh Banggar, tapi Raperda APBD 2021 kan belum disahkan dalam sidang paripurna, sehingga anggaran itu belum bisa digunakan,” kata Suhaimi melalui telepon, Jumat (4/12/2020).
Selain hal tersebut, politisi PKS ini juga mengatakan bahwa setelah Raperda APBD 2021 disahkan menjadi Perda, proses selanjutnya adalah koreksi di Kemendagri.
Jika ada yang dianggap kurang tepat dalam Perda itu, lanjut dia, tentu tidak akan lepas dari pantauan dan evaluasi Kemendagri.
“Tapi yang perlu publik ketahui, pembahasan anggaran itu dilakukan secara transparan dan sistemik dengan mengikuti ketentuan yang ada. Jika kemudian ada sorotan, masukan, kritik, dan beda pendapat dari berbagai elemen masyarakat, menurut saya itu hal yang positif selama dalam bingkai ilmiah, proposional dan didukung data-data yang valid, bukan asbun,” katanya.
Ketika ditanya siapa yang mengusulkan anggaran tersebut? Suhaimi menjelaskan kalau usulan anggaran itu datang dari Pansus RKT yang dipimpin Wakil Ketua DPRD dari Gerindra, M Taufik.
“Waktu dibahas di Banggar, pembahasannya cukup alot, tapi akhirnya disetujui juga,” katanya.
Ketika ditanya apakah secara pribadi dirinya setuju jika anggaran itu dicoret Kemendagri?
Suhaimi mengatakan bahwa ia mengikuti aturan yang ada, namun ia menjelaskan bahwa Pansus RKT mengusulkan anggaran itu dengan semangat untuk memberikan pelayanan dan komunikasi intensif kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan seperti reses, sosialisasi Perda (Sosper) dan lain-lain.
Soal besaran anggaran untuk setiap kegiatan dalam RKT tersebut, kata dia, mengikuti aturan yang sudah ditetapkan.
“Kalau ada yg tidak sesuai, bisa dikoreksi karena DPRD transparan dan terbuka terhadap publik,” pungkasnya.
Seperti diketahui, anggaran RKT DPRD DKI Jakarta tahun 2021 disorot publik karena angkanya lumayan fantastik, yakni Rp888 miliar untuk 106 anggota Dewan, atau Rp8,3 miliar/anggota Dewan, dan anggaran itu diusulkan di saat pertumbuhan ekonomi Jakarta sedang minus akibat terdampak pandemi Covid-19.
Inilah rinciannya anggaran RKT tersebut:
Pendapatan langsung
– Uang representasi: Rp2.250.000/bulan
– Uang paket: Rp225.000/bulan
– Tunjangan keluarga: Rp315.000/bulan
– Tunjangan jabatan: Rp3.262.500/bulan
– Tunjangan beras: Rp240.000/bulan
– Tunjangan komisi: Rp326.250/bulan
– Tunjangan badan: Rp130.500/bulan
– Tunjangan perumahan: Rp110.000.000/bulan
– Tunjangan komunikasi: Rp21.500.000 per bulan
– Tunjangan transportasi: Rp35.000.000 per bulan
Total Rp173.249.250/bulan atau Rp2.078.991.000 dalam setahun.
Pendapatan tidak langsung
– Kunjungan dalam provinsi: Rp14.000.000/bulan
– Kunjungan luar provinsi: Rp80.000.000/bulan
– Kunjungan lapangan komisi: Rp14.000.000/bulan
– Rapat kerja dengan eksekutif: Rp6.000.000/bulan
– Tunjangan sosperda: Rp16.800.000/bulan
– Tunjangan ranperda: Rp4.200.000/bulan
– Tunjangan sosial kebangsaan: Rp8.400.000/bulan
Total Rp143.400.000 per bulan dan dalam setahun Rp1.720.800.000.
Pendapatan tidak langsung (2)
– Bimtek sekwan (luar daerah): Rp60.000.000 dalam satu tahun
– Bimtek fraksi (luar daerah): Rp60.000.000 dalam satu tahun
– Tunjangan reses: Rp144.000.000 dalam satu tahun
Total Rp 264.000.000 dalam satu tahun.
Kegiatan sosialisasi dan reses
– Sosialisasi rancangan perda: Rp40.000.000/bulan
– Sosialisasi Perda: Rp160.000.000/bulan
– Sosialisasi kebangsaan: Rp80.000.000/bulan
– Reses: Rp960.000.000/tahun
Menurut pengamat kebijakan publik Amir Hamzah, Kamis (3/12/2020), di antara anggaran RKT itu ada yang tidak diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2017 menyatakan; Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri atas penghasilan yang pajaknya dibebankan pada:
a. APBD, meliputi:
1.uang representasi;
2.tunjangan keluarga;
3.tunjangan beras;
4.uang paket;
5.tunjangan jabatan;
6.tunjangan alat kelengkapan; dan
7.tunjangan alat kelengkapan lain.
b. Pimpinan dan Anggota DPRD yang bersangkutan, meliputi:
1.tunjangan komunikasi intensif; dan
2.tunjangan reses.
Sementara pasal 20 ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2017 menyatakan; Belanja penunjang kegiatan DPRD disediakan untuk mendukung kelancaran fungsi, tugas, dan wewenang DPRD berupa:
a.program, yang terdiri atas:
1.penyelenggaraan rapat;
2.kunjungan kerja;
3.pengkajian, penelaahan, dan penyiapan Perda;
4.peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya manusia di lingkungan DPRD;
5.koordinasi dan konsultasi kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan; dan
6.program lain sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD;
b.dana operasional Pimpinan DPRD;
c.pembentukan kelompok pakar atau tim ahli alat kelengkapan DPRD;
d.penyediaan tenaga ahli fraksi; dan
e.belanja sekretariat fraksi.
“Kalau tidak diatur dalam PP No 18 Tahun 2017, maka item-item yang tercantum dalam RKT DPRD DKI tahun 2021 menjadi ilegal karena tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan, dan tidak memiliki payung hukum,” katanya.
Amir mengatakan, kesalahan DPRD dalam mengalokasikan anggaran untuk RKT menjadi dobel, karena pasal 28 PP No 18 Tahun 2017 menyatakan; Ketentuan mengenai pelaksanaan hak keuangan dan administratif Pimpinan dan Anggota DPRD ditetapkan dengan Perda.
“Nah, Perda tentang pelaksanaan hak keuangan dan administratif Pimpinan dan Anggota DPRD sampai hari ini belum ada,” jelasnya.
Pengamat senior ini bahkan mengatakan, karena tidak memiliki payung hukum, anggaran RKT ini berpotensi menjadi korupsi.
Sumber: dekannews